Senin, 02 Desember 2013

0

With Him-Just Dream (drabble)


Sepintas kulirik jam berbentuk persegi berwarna biru tua yang menempel di dinding kamarku. 23:35. Sudah malam dan hampir tiga jam lebih aku duduk di depan komputerku hanya untuk memainkan si kodok ajaib yang bisa mengeluarkan banyak bola warna-warni dari mulutnya. Niatnya hanya sekedar melepas jenuh, tapi rupaya cukup ampuh membuatku lupa waktu.

Aku mendesah pelan saat bola mataku kembali ke arah layar komputerku yang masih menampilkan kata “Game Over”. Payah! Sudah berjam-jam memainkan game Zuma ini, aku belum bisa menyelesaikannya dan stuck di stage 9. Aku memang tidak cukup pandai bermain game. Tapi sudahlah, aku tidak ada niat menyelesaikannya juga. Bukankah tadi aku bilang hanya untuk melepas jenuh saja.

Dan setelah beberapa saat aku tertegun panjang menatapi layar komputerku yang cahayanya cukup membuat mataku perih, aku memilih untuk mematikan komputerku dan beralih mengambil ponselku. Menekan salah satu tombol dan membiarkannya menyala. Ponsel berlayar sempit dengan walpaper laki-laki si pemilik senyuman menawan itu, sama sekali tidak bereaksi. Tidak berbunyi, tidak bergetar. Tidak ada pesan, tidak ada panggilan.

Si Zuma tampaknya sudah membuatku lupa kalau aku sedang menunggu seseorang.

“Terlalu asyik, ya?”

Entah kepada siapa aku bertanya karena aku tidak berharap ada yang menjawabnya juga. Aku berpindah posisi ke tempat tidurku. Memilih menahan kantuk dengan menatap langit-langit kamarku. Masih menunggu dia yang biasanya tidak pernah absen menemani malamku dengan percakapan-percakapan kecil via-teleponnya selama satu bulan ini. Dan untuk malam ini, sepertinya tidak akan ada.

Aku tetap membiarkan mataku terbuka. Bertahan untuk menunggu laki-laki 30 April itu menguhubungiku. Entahlah... aku hanya merasa saat ini kerinduanku sedang berada di puncak paling tinggi dan aku ingin mendengar suaranya seperti biasa. Ah, aku memang selalu merindukannya. Selalu merindukan semua hal yang ada pada laki-laki yang sudah menyandang gelar kekasihku selama hampir sebulan ini. Aku merindukan semuanya. Mata sipitnya yang selalu meneduhkan hatiku, senyum menawannya yang tak jarang membuatku terpukau, tawa cerianya, suaranya, harum khas spray colonge-nya, sentuhan lembutnya, rengkuhan hangatnya, semuanya.

Dan aku hanya bisa tersenyum kecil dalam diamku. Tak pernah kupercayai. Saat ini, detik ini, aku memiliki dia yang sampai kapan pun tidak akan pernah kubiarkan melangkah menjauh barang seinci pun dari hidupku. Dari duniaku yang penuh dengan biasan warna paling indah setelah kehadirannya. Aku sungguh mencintainya dan aku berjanji akan menjaga semuanya tetap damai, tetap ceria seperti sekarang ini.

Pandanganku meredup. Rasanya aku benar-benar mengantuk. Dan si mungil Sony Ericsson-ku belum mau bereaksi juga. Hampir saja aku game over saat aku mendengar ketukan di balik jendela kamarku. Sedikit tersentak, kuangkat tubuhku dan perlahan membuka tirai berwarna violet yang menutupi jendela.

Bola mataku yang semula sayu, sontak terbuka lebar. Dia yang saat ini begitu kurindukan berdiri tepat di depan jendela kamarku. Tersenyum lebar dan aku buru-buru membuka jendelaku.

“Aku merindukanmu,” katanya saat aku menghapus jarak antara wajahnya dan wajahku yang menyisakan beberapa senti saja.

“Aku juga.” Entah apa yang menuntun tanganku untuk menyentuh wajahnya yang terasa lebih dingin. Sebentar kubiarkan jemariku menyingkirkan poni rambutnya yang menghalangi bola mata yang selalu memabukanku itu. “Kenapa kamu ada di sini?” sambungku bertanya. Kini kubiarkan tanganku membingkai di wajah indahnya.

Ia tersenyum dan aku menahan nafas. Benarkah kalau si pemilik senyuman paling indah itu adalah milikku saat ini? Aku seperti bermimpi.

“Aku sangat merindukanmu,” katanya lagi.

Giliran aku yang tersenyum. “Kenapa kamu gak telepon aku?” tanyaku.

Kurasakan ia menyentuh tanganku. Selalu sama, lembut meski terasa lebih dingin. “Pejamkan matamu dan katakan I Love You,” pintanya.

Aku menaikan salah satu alisku, bingung. Ah, iya... selama ini bahkan aku tidak cukup berani mengatakan ‘I Love You’ tepat di depannya. Entahlah, nyaliku selalu saja menciut tiap kali dekat dengannya. Dan untuk kali ini aku menuruti permintaannya Kupejamkan mataku rapat-rapat. Sebentar kutarik nafasku dan mulai melafalkan kalimat yang ia perintahkan.

“I love you...

...I love you.”

Kurasakan hembusan angin malam menerpa wajahku, kompakan dengan alunan lagu If I die Young yang tiba-tiba menyapa telingaku. Aku segera membuka mataku.

Aneh!

Posisiku tidak sedang berdiri di balik jendela seperti tadi. Tepatnya aku dalam keadaan berbaring. Dan yang kulihat saat aku membuka mata, bukan laki-laki yang sangat kurindukan. Tapi langit-langit putih kamarku. Nada-nada lagu yang berasal dari alarm ponselku menjadi soundtrack kebingunganku. Dan aku baru menyadari satu hal.

Hanya mimpi.

Kuraih ponsel hitam milikku itu dan mematikan alarm yang cukup menyebalkan karena mengganggu mimpi indahku. Bahkan ini pertama kalinya ia hadir dalam mmpiku.

Aku mendesah kecewa sebelum akhirnya aku melihat daftar panggilan tak terjawab darinya. Sebuah pesan juga mampir di inbox-ku. Dan aku tersenyum simpul begitu membaca isi pesan itu.

“Aku juga merindukanmu...

...Dan aku mencintaimu. Sangat mencintaimu!”

Total Tayangan Halaman

Yuukk follow me!

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Foto Saya
Nae
bandung, jawa barat, Indonesia
Lihat profil lengkapku

i crazy with this song