Sabtu, 23 November 2013

0

With Him (Drabble)

Aku menarik nafas panjang. Kulipat tanganku di depan dada, menahan dingin yang dengan sangat cerdasnya menelusup pori-pori tubuhku. Rasanya jaket abu-abu biruku tidak berdampak banyak malam ini. Udara kali ini berperan cukup anarkis.

“Dingin, ya?”

Dengan cepat aku menoleh ke arah sumber suara di sebelah kiriku. Laki-laki bermata sipit itu menatapku dengan begitu rinci, membuatku agak salah tingkah. Sekilas mata kami bertemu sampai akhirnya aku alihkan pandanganku ke arah yang berbeda. Langit berwarna kelam dengan dihiasi ribuan kelipan bintang menjadi pilihanku. Rasanya, matanya juga seindah hamparan langit yang kali ini memenuhi titik fokus mataku.

“Emang kamu gak dingin ya?” tanyaku. Masih betah menatap langit malam itu.

“Nggak, selama ada kamu di sisiku.”

Langsung saja aku terkekeh pelan sembari kembali mengalihkan tatapanku ke arahnya. Kali ini dia yang menatap langit. Biarlah, dengan begitu aku bisa menikmati pemandangan Tuhan paling indah di sampingku ini. Tidak kusangka ternyata menatapnya dalam jarak sedekat ini membuatku cukup melanglangbuana. Dia indah. Dia menawan. Dia telah membuatku sadar bahwa aku memang jatuh cinta padanya. Bahwa aku memang sudah kembali terjun bebas menghantam dunia penuh estetika yang telah lama kuhindari.

Aku tertegun panjang. Masih membiarkan manik mataku terpusat padanya.

Sekarang, detik ini, aku benar-benar sedang larut dalam ketidakpercayaan. Aku tidak menyangka bisa jalan-jalan dengan dia di alun-alun kota malam ini dan duduk berdua dengannya, menikmati malam, merasakan dinginnya angin malam dengan percakapan-percakapan kecil yang sesekali membuatku tertawa. Ternyata dia asyik. Aku nyaman bisa dekat dengannya.

Aku menghela nafas. Kali ini kulirik jam tangan biru muda yang melingkar di pergelangan tanganku. Keduan jarum itu sama-sama berhenti di angka sepuluh. Hampir dua jam aku dan dia bersama malam ini. Benar apa kata Albert Einstein : Ketika kita duduk dengan seseorang yang kita cintai selama dua jam, kita merasa itu cuma semenit. Tapi ketika kita duduk di atas perapian, kita merasa itu dua jam. Itulah yang dinamakan hukum relativitas. Aku terkekeh pelan dalam hati mengingat kata-kata itu. betah sekali rasanya duduk berdua dengannya.

Belum semenit aku melupakan pendapat Albert Einstein itu, aku merasakan angin berhembus dengan kencang. Membuat laki-laki dengan potongan rambut fringe itu merengkuh tubuhku. Mataku membulat, cukup terkejut dengan aksinya kali ini. Harum parfum master yang berasal dari kemeja merah kotak-kotak berlengan pendek yang kali ini ia kenakan, sedikit membiusku.

Lagi, kutatap wajahnya. Laki-laki yang dulu hanya bisa aku tatap sekilas setiap sore itu, kini bisa benar-benar dekat denganku, merengkuh tubuhku, membuatku bisa menatap wajahnya dengan sangat lama, membuatku bisa mencium aroma tubuhnya yang sedikitnya memabukanku, juga melihat senyum menawannya. Keinginanku yang terpasung dalam-dalam selama ini akhirnya terwujud juga. Ini yang kuingin. Bersamanya.

“Pulang yuk!” ajaknya.

Aku mengangguk. Sudah pukul sepuluh pas.

“Hei! Kita ini apa sebenarnya?” tanyaku saat kami berjalan melewati beberapa orang yang masih asyik saja menikmati suasana alun-alun kota. Tak banyak yang memperhatikan kami, sehingga tangan yang ditemani jam hitam polos yang masih parkir di bahuku itu tidak begitu membuatku risih.

“Menurutmu apa?” Bukan menjawab pertanyaanku, ia justru balik tanya. Membuatku mengernyit singkat.

“Haha... entahlah, tapi aku rasa aku mencintaimu.”

Ia hanya tertawa pelan mendengar jawabanku.

Total Tayangan Halaman

Yuukk follow me!

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Foto Saya
Nae
bandung, jawa barat, Indonesia
Lihat profil lengkapku

i crazy with this song